Beranda
Mengenal
Profil
Visi dan Misi
Sejarah Bulukumba
Arti Lambang
Pemimpin Daerah
Peta Bulukumba
Daftar Pejabat
Struktur Organisasi
Potensi Daerah
Potensi Alam
Pertanian
Perkebunan
Perikanan
Kehutanan
Pertambangan
Kependudukan
Seni dan Budaya
Warisan Budaya Benda
Kompleks Makam Petta Matinroe Ri Tasi’na
Leang Passea
Kompleks Makam Datuk Tiro
Makam Parakkasi Dg. Maloga
Kompleks Makam Dea Dg. Lita
Warisan Budaya Takbenda
Balla To Kajang (Rumah Kajang)
Kapal Pinishi
Anynyorong Lopi
Bahasa Daerah di Kab. Bulukumba
Wisata
Wisata Kuliner
Coto Kuda
Kue Uhu-Uhu
Barobo
Bolu Peca
Wisata Religi
Wisata Makam Dato Tiro
Masjid Islamic Centre "Dato Tiro"
Wisata Budaya dan Sejarah
Kawasan Adat Ammatoa
Wisata Alam
Pantai Bira
Bakung-bakung View Sunrise
Pantai Bara
Bukit Donggia
Tebing Apparalang
Selengkapnya...
Informasi
INFO PUBLIK
Pengumuman
Info CPNS
Berita
Video Kegiatan
Infografis
Event Kota
PUBLIKASI
Dokumen Perencanaan Daerah
Dokumen Perencanaan SKPD
Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah
Dokumen SAKIP Kab.Bulukumba
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
Database Kawasan Kumuh
Ringkasan Laporan Penyelenggaraan Pemda
PRODUK HUKUM
JDIH
PERDA
PPID
PPID BULUKUMBA
JURNAL PINISI RESEARCH
JURNAL PINISI RESEARCH
SATU DATA
SATU DATA
IPKD
2022
2023
2024
2025
Hubungi Kami
HALAMAN BERITA
BERANDA
BERITA
Tomy Bicara Hutan di Makassar
Apr 14, 2019
admin
<p style="text-align: justify;"> </p> <p style="text-align: justify;">Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan mengundang Wakil Bupati Bulukumba Tomy Satria Yulianto untuk tampil sebagai pembicara pada Talkshow Selamatkan Rimba Terakhir yang digelar di Red Corner Cafe Makassar, Minggu 14 April 2019. Selain Tomy, Walhi Sulsel juga menghadirkan narasumber Prof Yusran Yusuf yang merupakan Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Sulawesi Selatan. Bupati Luwu Utara Indra Putri Indriani yang sedianya juga hadir sebagai narasumber berhalangan hadir, namun dia diwakili oleh Wakil Bupati Luwu Utara M Thahar Rum.</p> <p style="text-align: justify;">Direktur Eksekutif Walhi Muhammad Al Amin dalam pengantarnya mengemukan kegiatan ini sebagai upaya untuk menginformasikan semua pihak terkait pelestarian hutan. Selain talkshow pihaknya juga mengisi kegiatan Festival Selamatkan Rimba Terakhir dengan konser musik.</p> <p style="text-align: justify;">Pemilihan kata “rimba” pada event tersebut, tambah Al Amin oleh karena kata “hutan” saat ini sudah didominasi paradigma pemerintah, mulai dari nama, istilah, fungsi bahkan untuk peruntukan hutan itu sendiri. “Makanya kita menggunakan kata “rimba” untuk mengembalikan pemahaman “hutan” seperti konsep pengelolaan oleh masyarakat,” ungkapnya.</p> <p style="text-align: justify;">Menurutnya, konsep kearifan lokal dalam pengelolaan hutan oleh masyarakat adalah konsep pengelolaan yang lahir, hidup dan dipatuhi oleh masyarakat, dan terbukti mampu menjaga kelestarian hutan.</p> <p style="text-align: justify;">Terkait hal tersebut Tomy Satria, menyampaikan dalam perspektif pemerintah harus disadari bahwa kita terlambat menyadari tidak adanya role model pengelolaan hutan secara baik. Harus diakui bahwa hutan yang dikelola oleh pemerintah selama ini terjadi banyak persoalan, termasuk soal bagaimana masyarakat yang hidup di sekitar hutan. Terjadi isu-isu perambahan, dan isu okupasi di dalam hutan.</p> <p style="text-align: justify;">Atas berbagai persoalan-persoalan tersebut, di Bulukumba sekitar tahun 2009 muncul kesadaran bersama bahwa pengelolaan hutan ini tidak bisa dilakukan oleh negara saja, karena bagaimana pun ada interaksi dengan masyarakat sekitar.</p> <p style="text-align: justify;">“Olehnya itu di Bulukumba pada akhirnya melahirkan Peraturan Daerah Hutan Kemasyarakatan sebagai resolusi konflik moderat dari tekanan-tekanan pada kawasan hutan yang ada,” beber Tomy.</p> <p style="text-align: justify;">Regulasi ini dinilai sebagai solusi moderat ketika proporsi pengelolaan hutan masih dikuasai oleh negara. Hutan kemasyarakatan ini adalah konsep dimana masyarakat di sekitar hutan diberikan akses dan ruang pemanfaatan sumber daya hutan yang ada di Kabupaten Bulukumba.</p> <p style="text-align: justify;">Selain model hutan kemasyarakatan, Pemerintah Kabupaten Bulukumba bersama dengan pihak NGO dan masyarakat juga menggagas model bagaimana negara atau pemerintah memberikan pengakuan untuk pengelolaan hutannya, dalam hal ini masyarakat Adat Ammatoa Kajang. Oleh karena memang secara faktual komunitas Adat Ammatoa Kajang telah memperlihatkan bagaimana pola-pola pemanfaatan hutan yang lestari berdasarkan kearifan lokal.</p> <p style="text-align: justify;">“Sampai hari ini, kearifan lokal itu memperlihatkan eksistensi interaksi antara masyarakat dengan hutannya,” imbuhnya.</p> <p style="text-align: justify;">Untuk mengakui hutan adat, maka sejak tahun 2008 digagas rancangan peraturan daerah tentang hutan adat. Namun ternyata untuk menetapkan hutan tersebut sebagai hutan adat, harus terlebih dahulu menetapkan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat itu sendiri.</p> <p style="text-align: justify;">“Itulah kemudian setelah melewati serangkaian proses, maka di tahun 2015 ditetapkanlah Perda tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang, dan setelah itu keluar SK Menteri tentang penetapan Hutan Adat Ammatoa,” papar Tomy yang sebelum menjadi Wakil Bupati merupakan aktifis lingkungan.</p> <p style="text-align: justify;"><br />Sementara itu, Prof Yusran mengemukakan bahwa politik kehutanan adalah ilmu bagaimana mengelola hutan supaya manfaatnya bisa lestari yang ujung-ujungnya untuk kehidupan masyarakat.</p> <p style="text-align: justify;">“Ketika berbicara tentang manfaat hutan untuk masyarakat, maka tentu yang dimaksud adalah masyarakat yang ada di sekitar hutan dulu.</p> <p style="text-align: justify;">Prof Yusran mengakui bahwa kebijakan kehutanan selama ini tidak memihak kepada masyarakat. Kalau kita balik melihat pada masa pemerintahan yang lama, maka 99 persen itu ijin-ijin pengelolaan hutan hanya diberikan kepada koorporasi.</p> <p style="text-align: justify;">“Nanti setelah reformasi baru ada pergeseran pemberian izin atau hak kelola kepada masyarakat,” bebernya.</p> <p style="text-align: justify;">Dikatakannya ada tiga isu besar ketika berbicara tentang hutan, pertama isu degradasi bersama turunnnya seperti bencana banjir bandang. Kedua isu ketidak-adilan, dimana selama ini pemberian porsi pengelolaan hutan hanya kepada koorporasi. Kemudian yang ketiga adalah isu tentang tata kelola hutan, ini sangat penting karena hutan ini adalah sesuatu yang sangat luas, dimana berbeda dengan area pertanian dan perkebunan yang pemiliknya sudah jelas. <em><strong>(A3/Humas)</strong></em></p> <p style="text-align: justify;"> </p>
PENGUMUMAN SELEKSI CPNS PEMKAB...
PENGUMUMAN TENDER PENGADAAN BARANG...
Postingan Lainnya
Pekan Seni Budaya Digelar di Ampiteater Pantai Merpati,...
Read More
Festival Pinisi 2024: Tak Hanya Ajang Hiburan
Read More
Jelang HUT, Satpol PP Gelar Lomba
Read More
Bupati Bulukumba Lantik 31 Kades Terpilih dan Bagikan Bibit...
Read More