Pementasan Klosal Perjuangan Andi Sulthan Daeng Radja Warnai Peringatan HUT Kemerdekaan RI Tingkat Kabupaten Bulukumba

Pementasan Klosal Perjuangan Andi Sulthan Daeng Radja Warnai Peringatan HUT Kemerdekaan RI Tingkat Kabupaten Bulukumba

<p style="text-align: justify;">Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke 72 tahun 2017 terasa lebih spesial, karena sebelum upacara dimulai, sanggar seni ternama Teater Kampoeng Bulukumba menampilkan pementasan drama klosal yang menceritakan perjuangan Pahlawan Nasional, Andi Sultan Daeng Radja yang merupakan putra Bulukumba, Kamis (17/8/17) di lapangan Pemuda.</p> <p style="text-align: justify;">Pementasan ini kemudian menyedot perhatian masyarakat dan peserta hadirin upacara, tak terkecuali Bupati Bulukumba, AM Sukri Sappewali yang merupakan cucu dari Andi Sulthan Daeng Radja.</p> <p style="text-align: justify;">Selama kurang lebih 30 menit puluhan pemain klosal binaan Dharsyad Pabottingi itu menyuguhkan persembahan perjuangan Haji Andi Sulthan Daeng Radja dalam mengusir penjajah di zaman penjajahan dan awal kemerdekaan. Pemeran Andi Sulthan Daeng Radja sendiri diperankan oleh cucunya sendiri yakni Andi Rayes Mannapiang, yang juga merupakan pegawai di lingkup Pemkab Bulukumba.</p> <p style="text-align: justify;">Usai pementasan acara kemudian dilanjutkan dengan upacara penaikan bendera yang dipimpin oleh Bupati Bulukumba selaku inspektur upacara, dan pembacaan naskah proklamasi oleh Ketua DPRD, Andi Hamzah Pangki.</p> <p style="text-align: justify;">Seperti diketahui, Andi Sulthan Daeng Radja adalah seorang tokoh kemerdekaan Indonesia dan pahlawan nasional kelahiran Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan. Sulthan Daeng Radja merupakan putra pertama pasangan Passari Petta Tanra Karaeng Gantarang dan Andi Ninong, lahir di Matekko Bulukumba pada 20 Mei 1894. Semasa mudanya, Sulthan Daeng Radja dikenal taat beribadah dan aktif dalam kegiatan Muhamamadiyah. Ia merupakan pendiri Masjid Tua di daerah Ponre, Kelurahan Matekko, Kecamatan Gantarang, yang pada jamannya merupakan masjid terbesar di Sulawesi Selatan.</p> <p style="text-align: justify;">Tahun 1902, Sulthan Daeng Radja masuk sekolah Volksschool (Sekolah Rakyat) tiga tahun di Bulukumba. Tamat dari Volksschool, dia melanjutkan pendidikannya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Bantaeng. Selesai mengenyam pendidikan di ELS, Sulthan Daeng Radja melanjutkan pendidikannya di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Makassar.</p> <p style="text-align: justify;">Setelah lulus dari OSVIA pada tahun 1913, Sulthan Daeng Radja yang saat itu, masih berusia 20 tahun diangkat menjadi juru tulis kantor pemerintahan Onder Afdeeling Makassar. Bebeberapa bulan kemudian, dia diangkat menjadi calon jaksa dan diperbantukan di Inl of Justitie Makassar. Kemudian pada tahun 1915 ia diangkat menjadi Eurp Klerk pada Kantor Asisten Residen Bone di Pompanua.</p> <p style="text-align: justify;">Selanjutnya, dia dipindahkan lagi ke Kantor Controleur Sinjai sebagai Klerk. Dari Sinjai ditugaskan ke Takalar dan mendapat jabatan wakil kepala pajak. Selanjutnya ditugaskan ke Enrekang dengan jabatan kepala pajak. Tahun 1918, dia ditugaskan sebagai Inlandsche Besteur Asistant di Campalagian, Mandar.</p> <p style="text-align: justify;">Tanggal 2 April 1921, pemerintah mengeluarkan surat keputusan mengangkat Sulthan Daeng Radja menjadi pejabat sementara Distrik Hadat Gantarang menggantikan Andi Mappamadeng Daeng Malette yang mengundurkan diri karena tidak bisa bekerjasama lagi dengan pemerintah kolonial Belanda. Pengunduran diri Andi Mappamadeng tersebut hingga kini masih menjadi kontroversi, sebab Andi Mappamadeng Daeng Malette merupakan sepupu satu kali dari Sulthan Daeng Radja. Pada waktu itu pula, Sulthan Daeng Radja mendapat kepercayaan menjadi pegawai pada kantor Pengadilan Negeri (Landraad) Bulukumba. Karirnya&nbsp;terus menanjak hingga di tahun 1930, Sulthan Daeng Radja ditunjuk menjadi jaksa pada Landraad Bulukumba.</p> <p style="text-align: justify;">Lima belas tahun kemudian saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, pemerintah NICA menuduh Sulthan Daeng Radja ikut terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Beliau ditahan dan diasingkan ke Manado(Minahasa), Sulawesi Utara hingga 1950 ketika kedaulatan RI telah diakui oleh pemerintah Belanda.</p> <p style="text-align: justify;">Kebencian Sulthan Daeng Radja kepada Belanda ternyata sudah dimulai sejak dirinya menempuh pendidikan di OSVIA Makassar. Secara diam-diam beliau mengikuti kongres Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda.</p> <p style="text-align: justify;">Menjelang proklamasi kemerdekaan RI, Sulthan Daeng Radja bersama Dr. Ratulangi dan Andi Pangerang Pettarani diutus mengikuti rapat panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Jakarta, sebagai wakil dari Sulawesi Selatan. Sulthan Daeng Radja adalah orang yang menyampaikan kabar kemerdekaan RI kepada rakyat Bulukumba.</p> <p style="text-align: justify;">Sebelum beliau ditahan oleh Belanda, Sulthan Daeng Radja mengusulkan dibentuknya Persatuan Pergerakan Nasional Indonesia (PPNI) sebagai wadah mengumpulkan pemuda untuk mengamankan dan membela Indonesia. Setelah berjuang diam-diam selama bertahun-tahun, kali ini Sulthan Daeng Radja dengan tegas menyatakan tidak mau bekerja sama dengan NICA. Akibat sikapnya, Sulthan Daeng Radja ditangkap dan baru dibebaskan setelah Konferensi Meja Bundar.</p> <p style="text-align: justify;">Selepas itu, Sulthan Daeng Radja tercatat sebagai bupati di kantor Gubernur Sulsel, bupati daerah Bantaeng di tahun 1955, residen Gubernur Sulsel (1956) dan terakhir menjadi Anggota Konstituante. Beliau meninggal di usia 70 tahun di Rumah Sakit Pelamonia Makassar.(A3)</p>
Postingan Lainnya