Beranda
Mengenal
Profil
Visi dan Misi
Sejarah Bulukumba
Arti Lambang
Pemimpin Daerah
Peta Bulukumba
Daftar Pejabat
Struktur Organisasi
Potensi Daerah
Potensi Alam
Pertanian
Perkebunan
Perikanan
Kehutanan
Pertambangan
Kependudukan
Seni dan Budaya
Warisan Budaya Benda
Kompleks Makam Petta Matinroe Ri Tasi’na
Leang Passea
Kompleks Makam Datuk Tiro
Makam Parakkasi Dg. Maloga
Kompleks Makam Dea Dg. Lita
Warisan Budaya Takbenda
Balla To Kajang (Rumah Kajang)
Kapal Pinishi
Anynyorong Lopi
Bahasa Daerah di Kab. Bulukumba
Wisata
Wisata Kuliner
Coto Kuda
Kue Uhu-Uhu
Barobo
Bolu Peca
Wisata Religi
Wisata Makam Dato Tiro
Masjid Islamic Centre "Dato Tiro"
Wisata Budaya dan Sejarah
Kawasan Adat Ammatoa
Wisata Alam
Pantai Bira
Bakung-bakung View Sunrise
Pantai Bara
Bukit Donggia
Tebing Apparalang
Selengkapnya...
Informasi
INFO PUBLIK
Pengumuman
Info CPNS
Berita
Video Kegiatan
Infografis
Event Kota
PUBLIKASI
Dokumen Perencanaan Daerah
Dokumen Perencanaan SKPD
Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah
Dokumen SAKIP Kab.Bulukumba
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
Database Kawasan Kumuh
Ringkasan Laporan Penyelenggaraan Pemda
PRODUK HUKUM
JDIH
PERDA
PPID
PPID BULUKUMBA
JURNAL PINISI RESEARCH
JURNAL PINISI RESEARCH
SATU DATA
SATU DATA
IPKD
2022
2023
2024
2025
Hubungi Kami
HALAMAN BERITA
BERANDA
BERITA
Lima Belas Komunitas Adat di Indonesia Belajar di Bulukumba
Dec 2, 2019
admin
<p style="text-align: justify;"><strong>Bulukumba</strong>- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan memfasilitasi penguatan lembaga adat di Indonesia. Kemendikbud menggelar Workshop Penguatan Lembaga Adat dengan menghadirkan 15 komunitas atau lembaga adat yang di Indonesia untuk belajar langsung di Kabupaten Bulukumba terkait proses dan implementasi Perda Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang.</p> <p style="text-align: justify;">Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Panitia, Ratna Yunnarsih, dipilihnya Kabupaten Bulukumba, karena dinilai lebih progresif dalam penyusunan regulasi perda terkait lembaga adat, khususnya Adat Ammatoa Kajang. Selama dua hari peserta workshop mengikuti sejumlah materi di hari pertama, dan hari kedua mengunjungi kawasan Adat Ammatoa Kajang dan akan berdiskusi langsung dengan pemimpin adat Ammatoa serta pemangku adat lainnya.</p> <p style="text-align: center;"><img src="https://bulukumbakab.go.id/online-content/uploads/WhatsApp_Image_2019-12-03_at_15.10.16.jpeg" alt="" width="720" height="405" /></p> <p style="text-align: justify;">“Melalui kegiatan ini kita akan mengenalkan praktik-praktik baik terkait upaya perlindungan masyarakat adat, juga upaya-upaya pemberdayaan masyarakat adat yang telah berlangsung di Kabupaten Bulukumba,” ungkap Ratna saat pembukaan Workshop Penguatan Lembaga Adat di Hotel Agri, Selasa 3 Desember 2019.</p> <p style="text-align: justify;">Harapannya dari proses , tambah Ratna, dapat diadopsi oleh daerah-daerah, khususnya yang diundang menjadi peserta workshop tersebut yang saat ini juga dalam proses penyusunan regulasi kelembagaan adat, termasuk implementasinya di daerah masing-masing.</p> <p style="text-align: justify;">Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan TME dan Tradisi, Christriyani Ariani menyebutkan masyarakat adat sudah hadir sebelum masa kemerdekaan atau negara Indonesia terbentuk, namun dalam perkembangannya terjadi dinamika sehingga masyarakat adat atau komunitas adat kurang terdengar. Olehnya itu idealnya, komunitas adat sebagai sumber potensi dan pembentuk keragaman budaya tidak musnah dalam dinamika negara-bangsa Indonesia.</p> <p style="text-align: justify;">“Mereka memiliki hak untuk berdinamika sesuai dengan potensi dan identitas budayanya. Sekaligus turut pula berkewajiban merepresentasikan kebhinekaan sosia-budaya Indonesia,” ungkapnya.</p> <p style="text-align: center;"><img src="https://bulukumbakab.go.id/online-content/uploads/WhatsApp_Image_2019-12-03_at_15.10.18.jpeg" alt="" width="720" height="405" /></p> <p style="text-align: justify;">Ditambahkannya, norma yang selama ini dipegang teguh dan dijalankan dalam aktivitas keseharian komunitas adat selalu kalah dengan perangkat hukum positif milik negara. Persoalan mendasar inilah yang menjadi sumber |kompleksitas permasalahan yang mendera masyarakat adat di dalam proses pembangunan Indonesia, seperti hak asasi, hak-hak kewarganegaraan, persoalan pendidikan, masalah kesehatan, kedaulatan teritorial dan lain sebagainya.</p> <p style="text-align: justify;">Namun, dengan adanya dinamika demokrasi dan otonomi turut memberi ruang bagi komunitas adat untuk menyuarakan eksistensi, menyatakan pengakuan kepada masyarakat luas, menuntut pemenuhan hak-hak sebagai warga negara secara setara.</p> <p style="text-align: justify;">“Dalam beberapa kasus, komunitas adat bahkan mampu memperoleh legitimasi norma positif atas identitas budayanya. Komunitas Adat Ammatoa Kajang merupakan salah satu contoh, dari beberapa komunitas dengan kasus serupa di Indonesia,” beber Christriyani.</p> <p style="text-align: justify;">Sementara itu Bupati AM Sukri Sappewali yang membuka acara menyampaikan terima kasih kepada Kemendikbud atas dipilihnya Kabupaten Bulukumba sebagai lokasi studi banding atau pembelajaran dari masyarakat adat dari daerah lainnya. Menurutnya dengan Perda Perlindungan Hak Adat Ammatoa Kajang menjadi payung hukum dalam melaksanakan berbagai program kegiatan pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat adat Ammatoa Kajang.</p> <p style="text-align: center;"><img src="https://bulukumbakab.go.id/online-content/uploads/WhatsApp_Image_2019-12-03_at_15.10.17.jpeg" alt="" width="720" height="405" /></p> <p style="text-align: justify;">“Secara khusus juga Presiden telah mengeluarkan Keppres untuk hutan adat Kajang, sebagai pengakuan dalam pengelolaan hutan yang selama ini dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat adat,” ungkapnya.</p> <p style="text-align: justify;">Hal yang membuat hutan di sana tetap terpelihara oleh karena adanya Pasang Ri Kajang dipegang teguh oleh masyarakat adat secara turun temurun. “Ini berbanding terbalik dengan hukum positif terkait pengelolaan hutan, sudah tertulis melalui peraturan perundang-undangan, namun tetap juga banyak yang melanggar. Padahal Pasang Ri Kajang itu tidak tertulis hanya disampaikan secara lisan,” imbuhnya.</p> <p style="text-align: justify;">Salah seorang tokoh adat suku Sasak dari Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Ahmad Taubi, mengaku bersyukur bisa mengikuti kegiatan tersebut oleh karena saat ini pihaknya bersama pemerintah daerah dan DPRD dalam proses pembahasan peraturan daerah tentang perlindungan adat. “Hasil dari kunjungan belajar ini akan kami sampaikan point-point yang cocok untuk diterapkan di Lombok Utara,” ringkasnya.</p> <p style="text-align: center;"><img src="https://bulukumbakab.go.id/online-content/uploads/WhatsApp_Image_2019-12-03_at_15.10.14.jpeg" alt="" width="720" height="405" /></p> <p style="text-align: justify;">Beberapa narasumber pada workshop yang berlangsung sehari tersebut, yaitu Christriyani Ariani (Kemendikbud), Andi Misbawati Wawo (Kepala DLHK), Erasmus Cahyadi (AMAN) dan Andi Buyung Saputra (Pemangku Adat-Labbiria Ri Kajang)</p> <p style="text-align: justify;">Adapun daerah yang mengikuti workshop, yaitu Raja Ampat (Papua Barat), Kepulauan Aru (Maluku), Halmahera Tengah (Maluku Utara), Majene (Sulawesi Barat), Sumba Timur (NTT), Sikka (NTT), Lombok Timur (NTB), Lombok Utara (NTB), Hulu Sungai Tengah (Kalsel), Barito Utara (Kalteng), Murung Raya (Kalteng), Lampung Timur (Lampung), Kampar (Riau), Indra Giri Hulu (Riau), dan Tobasa (Sumut). <strong>(A3)</strong></p>
PENGUMUMAN SELEKSI CPNS PEMKAB...
Peringati HDI, Bupati Bulukumba...
Postingan Lainnya
PKK Halmahera Selatan, Kagumi Adat Budaya, dan Pembinaan...
Read More
Usung Program CLBK, Forum Anak Panrita Lopi Buka Lapak...
Read More
Hardiknas, Wabup Launching Buku Karya Guru Bulukumba
Read More
PLN Terangi Apparallang
Read More